Oleh: K.H. Hilmi Aminuddin |
PKS Taktakan - Ikhwan dan akhwat fillah saya ingin mengingatkan, bahwa untuk meraih kemenangan demi kemenangan, kita harus menjaga lima syarat untuk meraih kemenangan. Sebab kemenangan itu diberikan oleh Allah SWT. Wa man nashru illa min 'indillahi 'azizil hakim.
Lima syarat untuk meraih kemenangan ini adalah:
Pertama, kita harus mempunyai al-qiyam tastahiqun najah. Nilai-nilai yang membuat kita berhak meraih kemenangan (winning value).
Kedua, harus mempunyai manhaj. Al-Manhaju yastahiqqun najah. Memiliki konsep yang membuat kita berhak meraih kemenangan (winning concept).
Ketiga, an-nizham yastahiqqun najah atau winning system. Sistem, produk-produk regulasi, aturan-aturan, keputusan-keputusan, mekanisme dan prosedurnya membuat kita berhak meraih kemenangan.
Keempat, al-jama'atu yastahiqqunnajah. Jama'ah kita harus menjadi jama’ah yang berhak mendapatkan kemenangan. Jangan sampai menjadi jama’ah yang musyattatah (berpecah belah); jangan sampai menjadi jama’ah seperti yang disebutkan oleh Allah ta'ala, tahsabuhum jami'a wa qulubuhum syatta, "Kamu kira mereka itu bersatu sedang hati mereka berpecah belah." Naudzu-billahi min dzalik. Sehingga la yastahiqqun najah, tidak berhak meraih kemenangan. Jangan sampai menjadi jama’ah yang tidak berpadu. Artinya kita harus mempunyai winning team. Tim yang berhak menerima kemenangan.
Kelima, al-ghayatu tastahiqqun najah. Tujuan dan sasaran yang membuat kita berhak mendapatkan kemenangan (winning goal). Sebab kadang-kadang orang membuat target-target demikian ambisius, sehingga jauh panggang dari api untuk diraih. Biasanya karena ghurur, karena sombong, karena lupa diri, karena menganggap enteng. Lalu membuat target-target yang demikian besar, demikian ambisius, demikian bombastis, yang tidak sesuai dengan sunnah kauniyah dari tahapan perjuangannya.
Jadi kalau disingkat untuk mencapai kemenangan itu diperlukan 5W: Winning Value, Winning Concept, Winning System, Winning Team, dan Winning Goal. Dari sisi manajemen saya harapkan kita dapat mengevaluasi kerja dan kinerja dakwah dari sisi 5W ini. Apakah nilai-nilai yang kita anut, penyikapan kepada nilai yang kita anut, atau istiqamatul mabda' (keistiqamahan pada prinsip) masih utuh? Kita masih istiqamah 'alal mabda' atau tidak? Sebab itu adalah merupakan winning value.
Masihkah kita istiqamah dalam aqidah kita? Masihkah kita istiqamah dalam fikrah kita? Masihkah kita istiqamah dalam minhaj kita? Itu semua merupakan winning value. Silahkan kita evaluasi.
Yang kedua winning concept. Sudah tentu konsep dasar adalah al-Qur'an dan sunnah. Manhaj 'amali-nya adalah manhaj jama’ah dakwah kita. Apakah kita konsisten terhadap dua konsep dasar dan konsep 'amali tadi? Itu juga harus kita lihat.
Yang ketiga winning system-nya, apakah sistem organisasi kita pantas untuk meraih kemenangan. Ini harus kita nilai. Apakah sistem kita terlalu kegedean atau longgar sehingga ribet. Atau sistem kita terlalu sempit sehingga susah melangkah. Ini kita nilai. Apakah nizham yang kita miliki merupakan winning system!
Yang keempat adalah winning team. Tim secara umum adalah jama’ah dakwah kita. Apakah jama'ah kita merupakan tim 'amal jama'i yang berhak meraih kemenangan. Yaitu tim amal jama'i yang konsisten, solid, dinamis. Tim amal jama'i yang istiqamatul mabda (istiqomah memegang prinsip), mataanatu tanzhim (soliditas struktur), hayawiyatul harakah (gerakan yang dinamis).
Yang kelima adalah al-ghayah wal ahdaf tastahiqqun najah. Yaitu winning goal. Apakah sasaran, target-target yang kita tentukan itu walaupun sangat ideal, indah dibaca logis, realistis, terlalu besar atau tidak? Terlalu ambisius atau tidak?
Mengoreksi tidaklah haram. Mengoreksi hasil disiplin nilai, konsep, sistem, dan tim merupakan keharusan. Sesuai dengan definisi istiqamah yang disebutkan oleh Sayyid Qutb rahimahullah, "Al-Istiqaamatu hiya al-i'tidaalu wa al-mudhiyyu 'ala al-manhaji duuna inhiraafin." Istiqamah adalah lurus, konsisten, i'tidal dan terus berjalan tanpa adanya penyimpangan-penyimpangan.
"Wa huwa fii haajatin ila al-yaqzhati ad-daa-imati." Dan istiqamah itu selalu menhajatkan, selalu membutuhkan kesiagaan yang kontinyu.
"Wa attadabburi addaa-imi wa attaharri addaa-imi li hududi atthariiqi wa dhabti al-infi'alaati al-basyariyati allati tamiilu al-ittijaaha qaliilan aw katsiiran."
Merenung dan evaluasi secara terus menerus. Bahkan mewaspadai, meneliti akan batas-batas jalan, batas-batas syar'i, batas-batas kewajaran, batas-batas kemampuan, batas-batas peluang dalam perjalan dakwah kita, dan mengendalikan emosi-emosi kemanusiaan kita. Kadang-kadang ketika dirangsang oleh wawancara, emosi kita terangkat. Padahal wawancara banyak jebakan. Atau dirangsang oleh statemen-statemen orang lain yang berkobar, kita merasa ketinggalan, lalu kita ingin membuat statemen juga yang lebih berkobar lagi. Atau dirangsang oleh ejekan-ejekan. Apa sih musyarakah? Ikut pemerintah berhasil apa? Lalu kita merasa bersalah dengan musyarakah ini, dan seterusnya.
Rangsangan-rangsangan untuk menyimpang itu demikian banyak. Awalnya disebabkan emosi yang tidak terkendali. Emosi itulah yang seringkali, kata Sayyid Qutb, menyimpangkan orientasi kita sedikit atau banyak. Ini harus dievaluasi dan diwaspadai. Jangan sampai oleh rangsangan-rangsangan eksternal bentuknya apa pun, tiba-tiba kita emosi. Akhirnya, kata Sayyid Qutb, ada mail. Artinya mulai menyimpang dari al-ittijah (orientasi kerja) kita. Orientasi kerja kita untuk meraih mardhatillah, orientasi kita untuk mengembangkan hasanat kita, orientasi kita untuk terus-menerus berbuat ihsan, tiba-tiba menyimpang. Orientasi kita sebagai da'i untuk selalu terus membangun komunikasi, untuk memelihara akses komunikasi dengan semua golongan umat, bangsa, dan kemanusiaan ini, tiba-tiba dirusak oleh rangsangan-rangsangan terhadap emosi kita. Na'udzubillahi min dzalik. Itu yang digambarkan oleh Sayyid Qutb rahimahullah, kemudian beliau mengatakan, "Wa min tsamma fa hiya syughlun daaimun fii kulli harakatin min harakaati al-hayaah."
Usaha untuk menjaga istiqamah itu merupakan usaha yang penting dalam setiap gerakan dari gerak-gerak hidup kita.
Ikhwan dan akhwat fillah, itu gambaran kita, bagaimana supaya kita menjadi harakah dakwah yang selalu berhasil, insya Allah bi'aunillah...
Sumber: Majalah Al-Intima/Edisi No. 038
0 komentar:
Posting Komentar